Olehkarena itulah dan sudah menjadi tradisi di pondok pesantren, panggilan putra Kiyai adalah Gus, dan sampai saat ini beliau dipanggih dengan sapaan Gus Mus. Dengan berbagai macam displin 'ilmu yang dibuktikan beliau lulusan Universitas Al-Ahzar Kairo Mesir, beliau juga menggeluti berbagai macam kegiatan.
Mulutdan hatiku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan bersaksi bahwa engkaulah utusan Allah tapi kusembah jua diriku, Astaghfirullah! Dan risalahmu hanya kubaca bagai sejarah. Ya Rasulullah Setiap saat jasadku solat setiap kali diriku bersimpuh diriku juga yang kuingat, setiap saat kubaca shalawat setiap saat tak lupa kusampaikan salam
GusMus: PUISI ISLAM Unknown. 10:44:00 PM Add Comment Goresan Pena, Islam, Puisi Tempat aku menusuk kanan kiri Islam media massaku Cahaya komunikasi islami masa kini Tuhan islamkah aku? Related Posts: Tweet. 0 Response to "Gus Mus: PUISI ISLAM " Post a Comment.
Vay Tiền Nhanh. — "Islam agamaku, nomor satu di dunia. Islam benderaku, berkibar di mana-mana. Islam tempat ibadahku, mewah bagai istana. Islam tempat sekolahku, tak kalah dengan lainnya. Islam sorbanku. Islam sajadahku. Islam kitabku. Tuhan, Islam kah aku?" Penggalan bait di atas merupakan bagian dari puisi berjudul "Puisi Islam" yang dibacakan Mustofa Bisri dalam acara perayaan 26 Tahun Museum Rekor-Dunia Indonesia Muri di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis 28/1/2016. Ia tampil membacakan beberapa puisinya dengan diiringi permainan piano oleh Jaya Suprana, sang penggagas mulai, Jaya Suprana sempat mengungkapkan alasan mengapa ia memilih Gus Mus untuk diajak berkolaborasi. Baginya, Mustofa Bisri adalah sosok kiai yang tidak biasa. Ketertarikannya dengan kiai yang akrab disapa Gus Mus itu karena sifatnya yang jauh dari rasa haus kekuasaan dan jabatan. "Sekarang kita semua cenderung sibuk memperebutkan kekuasaan dan jabatan, tetapi kiai satu ini justru merusak pasaran. Ia mempermalukan orang lain dengan menolak jabatan. Makanya, saya undang baca puisi," ujarnya sambil bergurau. Menurut Jaya Suprana, penampilannya bersama Gus Mus merupakan sebuah simbol perwujudan dari peleburan budaya. Di tengah hawa intoleransi yang sedang menyelimuti masyarakat Indonesia, dia ingin memberikan pesan bahwa semangat keberagaman seharusnya menjadi landasan hidup bermasyarakat."Kita ini sangat hebat dalam menyerap kebudayaan luar menjadi kebudayaan Indonesia. Kita lihat bagaimana agama Islam, Kristen, Buddha, Hindu, berkembang dalam bentuk Indonesia. Ini adalah sebuah pesan bahwa kita harus menjaga keberagaman. Menjaga keberagaman itu harga mati," kata Jaya Suprana. Semangat dan pemahaman agama Sementara itu, saat ditemui usai acara, Gus Mus memberikan tanggapannya terkait fenomena radikalisme dan ekstremisme yang belakangan kembali muncul di tengah masyarakat. Menurut pandangannya, keinginan seseorang untuk bergabung dengan kelompok radikal tidak hanya disebabkan oleh faktor ekonomi. Ia justru melihat faktor terbesar yang menjadi penyebab adalah kurangnya pemahaman terhadap agama. "Sering kali semangat beragama tidak diimbangi dengan pemahaman agama yang baik. Semangat dengan pemahaman beragama itu harus seimbang. Pemerintah harus menyadari, itu merupakan ancaman yang serius, dan masyarakat harus kembali pada jati dirinya sebagai orang yang berketuhanan, berkemanusiaan yang adil dan beradab," ujar Gus Mus. Gus Mus juga memberikan kritiknya terhadap pemerintah yang tidak kreatif dalam menangani akar radikalisme. Perubahan peraturan, sebanyak apa pun, tidak akan menyelesaikan persoalan. "Dulu zaman Orde Lama, politik dijadikan panglima. Zaman Soeharto diubah menjadi ekonomi. Sekarang, politik kembali dijadikan panglima. Tidak kreatif. Mbok ya dicoba sekali-kali budaya dijadikan panglima. Kita terlalu fokus dengan ekonomi dan politik," pungkasnya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Jumat, 03 Maret 2017 1258 WIB Oleh KH A Mustofa BisriIslam agamaku nomor satu di duniaIslam benderaku berkibar di mana-manaIslam tempat ibadahku mewah bagai istanaIslam tempat sekolahku tak kalah dengan yang lainnyaIslam sorbankuIslam sajadahkuIslam kitabkuIslam podiumku kelas exclussive yang mengubah cara dunia memandangkuTempat aku menusuk kanan kiriIslam media massakuGaya komunikasi islami masa kiniTempat aku menikam sana siniIslam organisasikuIslam perusahaankuIslam yayasankuIslam istansiku , menara dengan seribu pengeras suaraIslam muktamarku, forum hiruk pikuk tiada taraIslam bursakuIslam warungku hanya menjual makanan sorgawiIslam supermarketku melayani segala keperluan manusiawiIslam makanankuIslam teaterku menampilkan karakter-karakter suciIslam festifalku memeriahkan hari-hari matiIslam kaoskuIslam pentaskuIslam seminarku, membahas semuaIslam upacaraku, menyambut segalaIslam puisiku, menyanyikan apa sajaTuhan Islamkah aku?
Islam agamaku, nomor satu di dunia Islam benderaku, berkibar dimana-mana Islam tempat ibadahku, mewah bagai istana Islam tempat sekolahku, tak kalah dengan lainnya Islam sorbanku Islam sajadahku Islam kitabkuIslam podiumku, kelas eksklusif yang mengubah cara dunia memandangku Tempat aku menusuk kanan-kiri  Islam media-massaku, gaya komunikasi islami masa kini Tempat aku menikam sana-sini Islam organisasiku Islam perusahaanku Islam yayasanku Islam instansiku, menara dengan sejutaPengeras suara Islam muktamarku forum hiruk-pikuk tiada taraIslam bursaku Islam warungku, hanya menjual makanan sorgawi Islam supermarketku, melayani segala keperluan manusiawi Islam makanankuIslam teaterku, menampilkan karakter-karakter suciIslam festivalku, memeriahkan hari-hari mati Islam kausku Islam pentaskuIslam seminarku, Membahas semuaIslam upacaraku, menyambut segalaIslam puisiku, menyanyikan apa?Tuhanku, Islamkah aku? Rembang, 1/1413 Mustofa Bisri gusmusgusmu
puisi gus mus islamkah aku